Minggu, 08 Mei 2011

Tambang Emas Kecamatan Sawang

Kecamatan Sawang merupakan salah satu kecamatan dari kabupaten aceh selatan yang saat ini sudah mulai berkembang dari segi ekonomi, masyarakat Sawang yang dulunya 50% petani, 10% pedagang, 20% nelayan, 15% peladang, dan 5% PNS, ini hasil surve pada masa konfik yang berkepanjangan, Kecamatan sawang juga merupakan kawasan basis konflik yang sangat rawan kontak senjata, pada masa konflik kec Sawang adalah daerah no 2 di Aceh yang paling rawan kontak senjata,,,,

Setelah perdamaian RI-GAM pada tanggal 15 Agustus 2005, Sawang mulai di bangun dari segi pendidikan, pembangunan, pada saat pemilihan kepala daerah tingkat II kec Sawang memberikan peluang kepada salah satu putra asli yaitu Daska Aziz,yang dinilai sangat berbobot untuk dijadikan pimpinan daerah tingkat II, tetapi Allah berkehendak lain Daska menjadi calon wakil bupati yang mendampingi Husaien Yusuf, pada saat penghitungan suara Husaien-Daska berhasil lolos menduduki peringkat 1 dan diangkat menjadi Bupati dan wakil Bupati aceh selatan, kemudian juga di ikuti oleh putra Sawang untuk menduduki Ketua DPRK Aceh Selatan  yaitu Safiron.

Sekarang daerah sawang sudah berubah 80% dari masa konflik apalagi sekarang di desa panton Luas terdapat tambang emas yang menghasilkan Ratusan Gram perhari, tambang emas ini merupakan tambang rakyat yang di kelola oleh Koperasi, banyak masyarakat yang sudah menikmati hasil alam tersebut.

ini adalah timbanga emas 


 emas di kec sawang

 lobang tempat mengambil emas

 pintu gerbang memasuki kawasan pertambangan

 lobang dengan kedalaman 50 meter berbentuk sumur

Senin, 11 April 2011

Sejarah Aceh Selatan



Di post oleh Martunis
Alkisah, seperti hari-hari sebelumnya, kedua naga itu kembali berenang ke laut mencari makan, sekarang mereka pergi ke barat. Mereka meluncur menyusuri kawasan pinggir pantai menuju ke daerah barat. Mereka membelah ombak lautan yang bergulung-gulung.
“Hari ini ombak agak besar, suamiku! Seru Naga Betina.
“Tidak mengapa, istriku. Kita perlu melihat-lihat daerah baru. Mungkin di daerah itu kita akan melihat hal-hal yang aneh seperti yang kita saksikan di daerah timur,” kata Naga Jantan.
Setelah kedua naga berenang beberapa saat, mereka melihat sekelompok udang besar yang sedang berenang menuju ke muara sungai.
“Cepat, suamiku! Ayo kita kejar sekelompok udang besar itu!” seru Naga Betina.
Kedua naga itu berenang semakin cepat. Setelah dekat dengan kelompok udang, dihirupnya air laut kuat-kuat sehingga seluruh udang masuk ke dalam perut mereka.
Hingga sekarang, tempat itu disebut Desa Air Berudang dan termasuk salah satu desa di Kecamatan tapaktuan.
Ketika kedua naga itu hendak pulang kembali ke gua, dari tengah lautan, mereka mendengar suara tangis bayi. Suara tangis itu semakin lama semakin keras dan jelas.
“Oh, suara itu seperti datang dari tengah laut, Suamiku. Ayo, kita berenang ke sana!” seru Naga Betina.
Begitu sampai di tengah laut, kedua naga itu sangat terkejut. Mereka melihat seorang bayi sedang terapung-apung di dalam sebuah ayunan yang terbuat dari anyaman rotan. Anehnya, ayunan rotan itu tidak kemasukan air.
“Padahal anyaman ayunan rotan ini jarang-jarang, tapi kok tidak kemasukan air, ya? Kalau begitu, bayi ini pasti bukan bayi sembarangan,” kata Naga Betina.
Yang mengherankan kedua naga tersebut, begitu mereka tiba di tempat peristirahatannya, ternyata Tuan Tapa sudah berdiri di depan pintu gua.
“Apakah kalian sudah memeriksa bayi itu baik-baik? Sudahkah kalian periksa apakah bayi itu laki-laki atau perempuan?” tanya Tuan Tapa.
“Sudah, Tuan. Bayi yang kami temukan seorang bayi perempuan dan di telapak kaki kakan bayi ini terdapat tahi lalat sebesar lingkaran pusatnya,” sahut Naga Betina.
“Tapi …, kami belum tahu dengan apa memberi makan bayi ini, Tuan,” kata Naga Jantan.
“Itulah yang akan kusampaikan. Bayi itu bukan keturunan binanatang seperti kalian. Dia adalah anak manusia yang harus dirawat dengan baik,” kata Tuan Tapa.
“Lalu, bagaimana cara merawatnya, Tuan?” tanya Naga Betina sambil menatap bayi itu penuh kasih sayang.
“Cara merawatnya sangat mudah. Benda ini harus kalian isapkan kepada bayi itu setiap dia menangis. Benda ini adalah pengganti air susu yang kuambil di atas puncak gunung sana,” ujar Tuan Tapa sambil menunjuk ke utara, tempat gunung yang biru dan menjulang tinggi.
Kemudian, Tuan Tapa menjelaskan kepada kedua naga bahwa untuk menjaga keselamatan sang bayi dari gangguan binatang liar dan buas, ia memerintahkan seekor harimau untuk menjaganya setiap hari. Harimau itulah yang akan selalu setia mengawasi bayi tersebut hingga dewasa dan menjadi seorang putri.
Demikianlah, waktu terus berganti. Dari hari ke hari, bayi itu terus tumbuh normal dan sehat sebagaimana bayi manusia lainnya. Setiap hari, kemana saja pergi, harimau yang ditugasi menjaga sang Putri Bungsu itu selalu setia mengawasinya.
Pada suatu hari, kedua naga itu membawa putri kesayangan mereka pergi berjalan-jalan menikmati pemandangan daerah Teluk yang indah mempesona.
Sang Putri dinaikkan ke punggung Naga Jantan yang telah siap mengarungi kawasan pantai Teluk. Naga Betina berenang mengiringi dari belakang. Sementara itu, sang Harimau berjalan menyusuri pantai dengan langkah santai. Sesekali harimau melihat sang Putri yang duduk di punggung Naga Jantan. Harimau itu sangat cemas jika putri cantik rupawan itu terjatuh dari punggung naga dan tenggelam.
“Hati-hati, sang Naga! Jangan berenang terlalu kencang! Nanti sang Putri jatuh dari punggungmu!” seru sang Harimau mengingatkan Naga Jantan.
Pegang kuat-kuat sirip baga, Putri! Saya sangat mencemaskan sang Putri!” teriak sang Harimau lagi mengingatkan sang Putri.
Begitulah, kalau kita lihat dari kejauhan sang Putri seperti duduk di atas gerbong kereta api yang melaju membelah laut. Kedua naga membawa sang Putri menyusuri pinggir pantai sambil menikmati pemandangan alam yang indah.
Diam-diam sang Putri melontarkan rasa kekagumannya. Ia senang melihat keindahan alam pantai Teluk yang masih asri. Demikianlah keadaan sang Putri, ia terhibur selalu dengan sikap kedua naga itu dan penjagaan dari sang Harimau yang setia mengawasinya.
Setelah bayi itu tumbuh dewasa, kedua orang tua bayi yang menjadi raja dan permaisuri di Kerajaan Asralanoka ingin meminta anaknya, tetapi kedua naga itu menolak. Hal itu menyebabkan terjadinya pertarungan sengit antara kedua naga dengan Tuan Tapa. Mereka bertarung untuk memperebutkan bayi yang kini telah menjadi seorang putri yang cantik yang diberi nama Putri Bungsu.
Ketika Naga Jantan melancarkan serangan berikutnya, Tuan Tapa menyambut dengan libasan tongkatnya. Tubuh naga pun terpelanting ke udara dan jatuh berkeping-keping di pantai. Darah dari tubuh naga jantan yang sudah hancur itu tumpah kemana-mana dan memerahkan air laut.
Nah, hingga sekarang bekas tubuh naga yang berupa gumpalan darah dan hati itu masih dapat kita lihat di pantai Desa Batu Itam dan Batu Merah, sekitar tiga kilometer dari kota Tapaktuan. Kini gumpalan darah dan hati tersebut telah mengeras menjadi batu.
Sekarang Naga Betina pula menyerang Tuan Tapa, tapi serangan itu dapat dipatahkan oleh Tuan Tapa, meskipun tongkat dan topi Tuan Tapa sempat tercampak ke laut, dan hingga sekarang tongkat dan topi itu masih ada dan telah menjadi batu yang terdapat di kawasan pantai Tapaktuan. Sementara Naga Betina yang hendak melarikan Putri Bungsu gagal. Malah hewan itu mengamuk sambil melarikan diri ke negeri Cina. Dalam pelariannya itulah Naga Betina membelah sebuah pulau di kawasan Bakongan hinga menjadi dua bagian, dan hingga sekarang pulau itu bernama Pulau Dua. Bahkan hewan itu mengamuk sambil memporak porandakan sebuah pulau. Pulau itu terpecah-pecah hingga 99 buah. Itulah hingga kini disebut Pulau banyak yang terdapat di Kabupaten Aceh Singkil.
Akhirnya Tuan Tapa berhasil mengalahkan kedua naga tersebut. Sang Putri pun dapat kembali bersama orang tuanya, tetapi keluarga itu tidak kembali ke Kerajaan Asralanoka. Mereka memilih menetap di Aceh. Keberadaan mereka di Tanah Aceh diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapaktuan.
Setelah kejadian itu, Tuan Tapa sakit. Seminggu kemudian Tuan Tapa meninggal dunia. Jasadnya dikuburkan di dekat Gunung Lampu, tepatnya di depan Mesjid Tuo Kelurahan Padang, Kecamatan Tapaktuan, dan hingga sekarang makam manusia keramat itu masih bisa kita saksikan. Makam Tuan Tapa itu sudah pernah mengalami beberapa kali pemugaran semasa Pemerintahan Belanda.

FKMAS: Forum Komunitas Mahasiswa Aceh Selatan di ABDYA

FKMAS: Forum Komunitas Mahasiswa Aceh Selatan di ABDYA: "seiring berjalannya waktu, kami mahasiswa dari Aceh selatan membentuk sebuah organisasi Forum Komunitas Mahasiswa Aceh Selatan ( FKMAS ) yan..."

Forum Komunitas Mahasiswa Aceh Selatan di ABDYA

seiring berjalannya waktu, kami mahasiswa dari Aceh selatan membentuk sebuah organisasi Forum Komunitas Mahasiswa Aceh Selatan ( FKMAS ) yang bergerak di bidang kemahasiswaan yang sekarang menimba Ilmu Pengetahuan di Aceh Barat Daya,,,, kami meninjau bahwa sudah banyak putra-putri dari aceh selatan yang menimba ilmu pendidikan di aceh barat daya, maka dari itu kami membentuk organisasi ini dibawah naungan Pemda Aceh selatan, kami berharap semoga forum ini berkembang pesat di ABDYA dan di Aceh Selatan sehingga forum ini bisa membangun aceh selatan menjadi kabupaten terbaik di aceh,,,,